Okenews - Hasil pemantauan dan evaluasi kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan (JK), masih banyak permintaan warga miskin dan tidak mampu untuk di daftarkan sebagai peserta PBI JK, baik secara langsung melalui pemerintah provinsi maupun melalui usulan Kabupaten- Kota.
Mencermati data yang ada, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menginisiasi ihtiar Pemadanan Data Peserta JKN KIS Tahun 2021. Karena tertib data adalah solusi bagi warga miskin untuk mengantungi BPJS Kesehatan .
Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah (foto dokumen)
Wakil Gubernur NTB, Hj. Sitti Rohmi Djalillah menyebutkan, Jumlah kepesertaan PBI JK Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2021 adalah 2.940.970 jiwa. Data tersebut jika ditambahkan dengan data APBD I sejumlah 147.641 jiwa dan APBD II sejumlah 313.853 jiwa, maka total jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah sebanyak 3.402.433 jiwa.
“Dari Jumlah data tersebut, jika disandingkan dengan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang merupakan basis data kepesertaan PBI JK dengan jumlah 2.953.740 jiwa, maka jumlah kepesertaan PBI JK tersebut telah melampaui jumlah DTKS yang ada di Provinsi,” Sebutnya dalam rillis Pers, Rabu (5/5/2021)
Melihat perbandingan data yang ada, Wagub menduga ada indikasi kemungkinan adanya kepesertaan yang tidak tepat sasaran. Indikasi tersebut terendus dengan banyak data usulan kepesertaan yang ditolak karena peserta yang diusulkan sudah terdaftar. Mirisnya, meski sudah dilaporkan terdaftar di PBI JK, namun mereka (warga,red) tidak mengantungi Kartu BPS Kesehatan .
Mencermati data dan permasalahan yang ada, Orang nomor dua di NTB tersebut telah melayangkan surat resmi kepada Kepala Daerah Kabupaten dan Kota, dengan penuh pengharapan untuk menginstruksikan Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kependudukan dan Catatan Sipil masing-masing untuk melakukan pemadanan kembali terhadap kondisi terkini data kepesertaan PBI JK.
Menurut Wagub, Pemadanan NIK bertujuan, untuk memastikan data peserta dimaksud valid, apakah peserta dimaksud masih ditemukan berdasarkan alamat yang ada dalam data tersebut? Apakah peserta dimaksud masuk dalam basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan Kementerian Sosial RI? Apakah peserta berdasarkan data dimaksud saat ini memiliki/memegang kartu JKN (BPJS Kesehatan) atau tidak?
“Selanjutnya masing-masing Kabupaten dan Kota agar memastikan bahwa data penerima PBI JK berhubungan langsung dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” tegasnya.
Dijelasknnya, bahwa atensi Pemerintah Provinsi tentang kesehatan warga miskin sudah totalitas. Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi yakni mendapatkan data Kepesertaan masyarakat NTB dalam kepesertaan BPJS, baik melalui PBI JK yang dibayarkan pemerihtah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dari demudian data tersebut, tim Dinas Sosial Provinsi telah melakukan pemilahan data by name by adress (BNBA) sampai tingkat desa/kelurahan. Tujuannya dalam rangka memudahkan Pemerintah Kabupaten/Kota menggerakan potensi SDM Pemerirntahan-nya untuk menindaklanjuti langsung di desa desa dan kelurahan. Sehingga feedback perbaikan data efektif dan akurat.
"Data sudah dikrim ke Kabupaten/kota. Dinsos Provinsi lebih awal telah melakukan pemetaan atau pemilahan BNBA hingga tingkat desa/jelurahan, untuk mempermudah pelaksanaan pemadanan oleh kabupaten/kota," cetusnya
Oleh karena itu, sambung Wagub, ikhtiar totalitas pelayanan ini harus mendapatkan dukungan sampai ke tingkat kabupaten secara berjenjang ke aparat kecamatan, desa, dusun hingga Aparatur Rukun Tetangga (RT). Kesolidan dalam pemadaban data ini akan membuahkan hasil, agar tidak ada lagi ketimpangan sosial tentang pelayanan kesehatan bagi warga miskin.
Sebab, kata Wagub Mengulas permasalahan pengusulan sudah dilakukan oleh Dinsos Provinsi, akan tetapi dari hasil validasi BPJS Kesehatan ditemukan banyak sekali data yang bermasalah dalam adminduknya, seperti nik ganda, nik tidak ditemukan, nik tidak padan dukcapil, nik belum online dan lain-lain.
Hal ini menjadi perhatian serius juga agar kedepan nik tidak hanya online di kabupaten, tetapi juga harus online secara Nasional. “Jika telah tertib sumber data dan Tertib Padan NIK hingga Pusat, maka tidak ada lagi kecolongan ada warga miskin yang tidak mengantugi BPJS Kesehatan,” Selorohnya.
“Bahkan, ikhitiar ini dapat menggerus saling 'intip' kepastian data dan pelayanan BPJS Kesehatan,” Imbuhnya.