OLEH: AHYAR ROSYIDI (Pengajar di STIT NU Almahsuni Lombok Timur – NTB)
"Tak akan kenyang bila tak makan. Tak akan berilmu bila tak belajar. Tak akan sehat bila tak berobat. Tak akan berubah bila tak memulai."
Opini ini berawal dari sebuah cerita masa lalu di awal tahun 2006 yang lalu, saat itu orang tua penulis hendak memberikan sepeda motor pada penulis. Dengan raut muka yang penuh harap sambil menatap tajam, beliau menyampaikan sebuah kalimat dalam bahasa Sasak. "...ni nak sepede motor jari umaq kamu, lemak harus ne bau begentik ruen motor ini. Lamun ndek bau begentik ruen motor ini, setui jatin kamu ni ndek manusia aran...”
Teringat akan hal di atas, mengetuk hati penulis untuk dapat menulis makna dibalik kata "perubahan" dalam proses kualitas hidup. Adanya suatu perubahan yang terjadi tidak sekadar menitikberatkan pada suatu perubahan wujud metafisik namun perubahan itu juga harus dapat melibatkan terjadinya perubahan sifat dan fungsinya, atau dalam bahasa yang lain yakni mencerminkan makna dan nilai yang lebih tinggi.
Lebih dari itu, meskipun kita menjadi puncak tertinggi dari kesempurnaan zahir dan bathin atas penciptaan Alloh, namun tetap saja kata "perubahan" pada kualitas diri kita itu harus tetap ada, karena disisi lain dari kesempurnaan manusia itu masih belum selesai sampai saat ini. Oleh karena itu, tetap saja kita harus terus berjuang dalam menyempurnakan kualitas diri kita sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al-Syams: 7-10.
Artinya : Dan jiwa serta penyempurnanya (ciptaanNya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.QS. Al-Syams: 7-10.
Dalam tradisi kehidupan selalu ada dua sisi mata dadu berbeda yakni hitam dan putih, susah dan senang, baik dan buruk sehingga menuntut kita untuk terus melakukan perubahan esensi makna dan nilai pada diri. Dan itu menjadi tangga yang harus kita lalui untuk mendaki ke peringkat yang lebih tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Hakikat perubahan tersebut diatas juga telah dicontohkan oleh Alloh SWT dalam Alquran surat Al-Mu'minun ayat 12-14 yang artinya:
''Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Lalu, segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus daging. Kemudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain ..."
Bila kita cermati, dalam suatu perubahan, tentu yang perlu dipahami adalah seluruh bentuk dalam diri kita dan yang terhampar luas di jagat raya ini merupakan simbol yang menjadi objek pengamatan dan renungan. Oleh sebab itu, tentu betapa hinanya asal muasal keadaan kita yang semula hanya setetes air mani, kemudian Alloh merubah bentuk air mani sampai pada akhirnya Alloh merubahnya lagi menjadi manusia yakni mahluk yang paling sempurna.
Perubahan bentuk menjadi manusia tentu menjadikannya banyak misteri, menyelimuti rahasia yang patut untuk dikaji agar kita menemukan beragam makna dan nilai sebagai filosofi kehidupan di dalamnya. Namun kenyataannya, sebagian besar orang awam memandang hidup ini seperti dalam ruangan yang gelap gulita, tanpa ia dapat melihat sesuatu apapun dengan jelas.
Hanya saja perasangka mereka menjawab apa yang dapat diraba dari kegelapan itu. Keadaan inilah yang terus membuat kita tetap berada dalam kebutan dan terus berada pada tataran bentuk atau simbol saja. Namun, berbeda kondisinya bagi mereka yang punya kepekaan, akan dapat melihat segala sesuatu dibalik simbol pada diri mereka sendiri dan di luar dirinya sehingga mereka dapat menghadiran beragam makna dan nilai sebagai filosofi dalam kehidupan mereka.
Selain itu, ada kecendrungan bagi mereka untuk merubah setiap bentuk yang ada, hanya agar dapat mengetahui apa dan bagaimana dari bentuk itu sendiri jika terjadi sesuatu perubahan atas bentuk tersebut.
Dari hal di atas, tentu perubahan itu hakikatnya adalah tak lain dapat bertambahnya ilmu pengetahun, bertambah jernihnya psikologi bathin dan berubahnya perilaku dalam hidup. Selain hal di atas, makna lain dari perubahan adalah dapat meningkatnya kesejahteraan ekonomi serta pekerjaan yang lebih layak bagi kita. Sehingga dengan demikian dapat memberi manfaat untuk dirinya dan juga dapat dinikmati oleh mahluk Alloh yang lain.
Sebagaimana penulis juga teringat akan seseorang sahabat di tanah Bali, beliau berpesan padaku, janganlah barpangku tangan pada keadaanmu saat ini, rubahlah gaya hidupmu dari sekedar menolong mengobati segelintir orang saja.
Namun bilamana kamu telah menjadi orang besar tentu kamu akan dapat menolong lebih banyak orang dengan satu kebijakanmu. Bukankah dalam agamamu orang yang paling baik itu adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Untuk itu, rubahlah keadaanmu menjadi lebih baik.
Dari hal di atas, firman Alloh SWT dalam QS. Ar-Ra’d memberikan penegasan kepada kita semua yang artinya: "Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Dari hal di atas, dapat kita cermati bahwa Alloh memberikan kita peluang untuk mengubah gaya hidup, mengubah garis nasib dengan meningkatkan kesejahteraan ekonomi, pekerjaan, spiritual yang lebih tinggi, kecerdasan aqal pikiran yang lebih luas dalam memandang hidup, serta psikologi bathin dalam menjalankan hidup.
Suatu perubahan yang bertujuan mengembalikan manusia kedalam fitrahnya dimana manusia seutuhnya berhak untuk bahagia, sejahtera dan damai. Hanya saja, banyak orang yang kebingungan saat hendak memulainya. Sehingga hal tersebut sering menjadi pertanyaan kita. Darimana kita harus memulai perubahan itu..?
Meski kita hidup pada zaman modern seperti ini, tak menjamin kita bisa melakukan banyak hal. Pikiran kita seringkali belunder pada masalah apa yang harus dikerjakan, darimana saya harus mulainya.
Masalah beban perasaan dan pikiran untuk menggapai impian, cita-cita dan harapan juga menuntut jalan mana yang harus kita pilih, dan harus diakui bahwa ada banyak alasan yang melatar belakangi keinginan tersebut.
Sebagian orang beralasan, kurang modal yang menjadikan mereka sampai sekarang masih belum menjalankannya yang sebenarnya sudah sejak lama direncanakan. Modal utama sebenarnya bukanlah uang, melainkan kemampuan dari sisi internal dalam diri.
Kemampuan disini merujuk kepada ide atau gagasan yang terukur secara ilmiah berdasarkan kemampuan, psikologi bathin dalam menerima suasana untung dan rugi. Ide setiap orang berbeda-beda, ada yang langsung ingin memiliki sebuah usaha besar, rumah mewah atau ada juga yang ingin usaha kecil-kecilan terlebih dahulu.
Namun baiknya diawali dengan sesuatu yang sederhana yang dapat kita takar dengan kemampuan akal logika, materi dan lainnya. Karena dengan hal tersebut menjadi jembatan kita melangkah ke sesuatu yang lebih besar. Tanpa semacam itu kita tidak mungkin dapat menempuh impian, cita-cita, dan harapan.