Oleh: SYAMSUDIN M
BEBERAPA hari sebelumnya dan setelah ini, Nahdlatul Wathan Diniya Islamiyah (NWDI) menjadi Ormas dan akan terus menjadi yang fenomenal. Ormas yang sejatinya memiliki semangat lebih dekat pada konsep Almujahidin sebagai Madrasah awal yang didirikan oleh Almaghfuruloh.
Sekretaris Jenderal (selanjutnya Sekjen) yang akan terpilih, akan menjadi Sekjen pertama NWDI. Akan halnya Sekjen sebelum ini, hanyalah kelanjutan dari Sekjen PBNW yang terpilih dalam Muktamar Narmada. Maka sekali lagi, Sekjen dari Muktamar pertama ini, benar-benar akan menjadi yang pertama dan menentukan.
Dalam beberapa kesempatan menemani Syeikh TGB melakukan safari dakwah, dan/ atau mengikuti ceramah Syeikh TGB secara Online, beliau selalu mengingatkan dengan nasehat ulama yang mengatakan “Bidaayatuka nihaayatuka” yang mengandung makna bahwa bagaimana kita mengawali sesuatu urusan, dimungkinkan akan seperti itu pula akhir yang akan berlaku pula.
Jika di awal sudah baik, insya Alloh diakhirpun akan baik. Sekjen yang pertama ini mestilah yang muncul dari hasil keseriusan mempertimbangkan semua asfek yang ada. Hasil dari kesungguhan menata rencana pengembangan organisasi di masa mendatang. Hasil dari kekompakan dalam satu visi misi melanjutkan perjuangan Almaghfuruloh.
Dalam konteks ke-NWDI-an, secara umum, hanya ada Dua unsur keahlian yang perlu dimiliki oleh seorang Sekjen PB NWDI. Dua unsur tersebut yaitu; 1) Memiliki visi misi kebangsaan dan kemampuan teknis mengelola pergerakan kebangsaan (NW), 2) Memiliki penguasaan yang cukup bagus terhadap ilmu keislaman dengan instrumen pendukung yang konvensional (DI).
Unsur yang pertama, di dalamnya termasuk a) kemampuan menejrial, b) kemampuan mengambil keputusan, menyelesaikan masalah (problem solving), c) kemampuan bekerja sama dengan semua pihak lintas sektor, etnis, dan profesi, d) seorang yang berintegritas, e) memiliki kemauan untuk belajar, f) seorang yang mampu menyusun perencanaan yang strategis operasional.
Kemampuan ini dimungkinkan ada pada sosok yang seperti Ketua Umum (selanjutnya Ketum) PB NWDI saat ini yang pernah jadi Kepala Daerah. Antara kemampuan Ketum dan Sekjen mestilah sama meski dengan volume yang tidak persis sama. Misalnya jika Ketum memiliki kemampuan menejrial dengan secore 95%, setidaknya Sekjen juga memiliki dengan dengan secore 75%. Begitu juga dengan yang lain.
Dalam menjalankan roda organisasi, Ketum dan Sekjen akan saling mengisi dan melengkapi. Yang berbeda kemudian, hanyalah pada wilayah pelaksanaan tugas. Misalnya jika Ketum aktif pada urusan luar, maka Sekjen fokus pada urusan dalam, kecuali ada aturan pada AD/ ART yang membolehkan untuk tidak seperti yang tersebut. Kode atau aturan pelaksanaannya harus jelas, pasti, adil dan memiliki kemanfaatan.
Kemampuan menajerial ini menyangkut keahlian menata ulang kepengurusan organisasi di semua tingkatan di bawah PB NWDI. Mulai dari Pengurus Wilayah sampai Pengurus Anak Cabang. Katakanlah, seperti pelaksanaan Pilkada serentak dalam konteks bernegara, pergantian PW setidaknya Tiga bulan sebelum pelaksanaan Muktamar.
Selanjutnya PD terbentuk Sebulan sebelum Muktamar. Jika diatur peserta Muktamar berasal dari unsur PW dan PD, maka cukup memungkinkan. Halnya pengurus cabang dan anak cabang dilakukan setelah Muktamar. Dengan demikian ada gerak program kegiatan yang sama. Selanjutnya diikuti dengan pendataan semua Madrasah dan pondok pesantren atau lembaga pendidikan sosial dakwah yang sudah terbentuk.
Dalam hal ini termasuk memberikan pendampingan dalam pembentukan lalu memberikan pembinaan secara struktur, agar manfaat masa depan organisasi bisa dipolakan lebih jelas. Untuk menentukan keberadaan aset organisasi, mesti ada pendampingan dan pembinaan. Pendampingan dalam pembentukan, pembinaan dalam menjalankan program kegiatan. Tidak berlebihan, di sini juga terkait dengan kemampuan mendelegasikan tugas
Pada unsur pertama point e) menyangkuat keahlian berkomunikasi. Di dalamnya terdapat keahlian berbicara, memberikan motivasi dengan empati bagi para kader muda. Termasuk jauh lebih penting juga keahlian mendengar dengan seksama. Dengan begitu muncul saling pengertian. Everett M Rogers dan rekannya memberikan penekanan pada soal ini. Ada tokoh NWDI yang memiliki kelebihan ini.
Unsur yang kedua sejatinya menyangkut fungsi keagamaan, yang dekat dengan urusan tradisi, kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat. Sekjen PB NWDI juga perlu memiliki kemampuan tersebut. Dapat menyampaikan pengajian, memberikan mauidzoh hasanah, bisa melebur dalam tata tradisi yang berlaku.
Sekjen tentulah tidak akan hanya bergerak dalam soal menejmen organisasi karena NWDI masih berbasis jamaah. Jika NW itu adalah (maaf) kelas struktural, maka DI itu kulturalnya. NWDI akan kokoh dan kuat jika tidak memisahkan keduanya; negara dan agama/ Indonesia dan Islam.
Lebih lanjut pada tataran teknis, NW dan DI ini tidak semata teori. Tetapi aplikasi yang nyata dengan ukuran yang jelas. Jamaah dapat melakukan pengawasan sebagai bentuk partisipasi jamaah secara terbuka. Oleh karena itu, Sekjen perlu memiliki soft skill khusus seperti Empati. Bahwa seorang Sekjen tidak semata pandai di kelas struktural, tetapi juga cerdas di tingkat kultural.
Mengenai kemampuan problem solving, adalah keahlian memberikan solusi atas masalah yang muncul. Misalnya dalam masalah hukum, jika sebelumnya nyaris semua elemen organisasi disibukkan dengan advokasi keormasan, tetapi saat ini, lebih penting dan urgen semua pengurus yang digerakkan oleh kepiawaian Sekjen mewakili Ketum, perlu berfikir lebih teknis untuk melakukan program advokasi keummatan.
Di atas semua unsur yang bisa kita sebutkan, tentu penting juga adanya konektifitas emosional antara Ketua Umum dengan Sekjen. Keterpautan emosi ini penting. Sekjen PB NWDI (TGH Hasanain Juaini) dalam sebuah kesempatan memberikan cerita menarik, bagaimana seorang Kaisar dengan Panglima perangnya yang terkepung oleh musuh, sama-sama bersepakat mengatakan “Aku memiliki kamu. Kamu memiliki aku. Kita memiliki Alloh”. Perjuangan itupun berlangsung dengan keberkahan, memperoleh kemenangan yang dapat dinikmati oleh jamaah.
Hal lain yang perlu dicermati, yaitu bahwa NWDI ini Ormas nasional, bukan lokal. Maka Sekjen setidaknya pernah punya jaringan pada tingkat nasional sesuai profesinya saat itu. Jika dia seorang pengusaha, sebaiknya dia pernah punya jaringan organisasi pengusaha ditingkat nasional. Jika dia seorang Kepala Daerah, pernah pula ikut aktif dalam forum Kepala Daerah misalnya. Ini dimaksudkan agar komunikasi dengan semua lapisan, semua pihak di seluruh wilayah Indonesia, dapat berjalan secara efektif.
Denpasar, 29 Januari 2022
Penulis adalah Ketua Departemen Politik Hukum dan HAM Pimpus Pemuda NWDI