TGB HM Zainul Majdi |
“Rasul meluaskan makna Ramadhan, bukan hanya konteks konsumtif. Tapi, mengembalikan titik keseimbangan dalam segala kehidupan,” katanya, Rabu (13/4/2022).
Hal ini disampaikan saat mengisi Kajian Ulil Albab Ramadan (Kurma) melalui zoom bersama DPAAI Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta melalui Zoom dengan tema Spirit Ramadhan, Spirit Wasathiyah.
Keseimbangan ini misalnya, menyeimbangkan lidahnya, mencegah perkataan buruk. Termasuk menghindari perbuatan yang buruk.
“Tidak usah berlebihan berbicara yang tak mengerti esensinya. Atau bereaksi pada sesuatu yang bisa menimbulkan masalah,” urainya.
Spirit wasathiyah, kata Doktor Ahli Tafsir Alquran ini, meletakkan sesuatu pada tempatnya. Spiritnya sebagaimana ummatan wasathan atau umat pertengahan, umat terbaik. Selalu memberikan yang terbaik pada kehidupan.
“Saat puasa, memberikan yang terbaik, begitu juga salatnya, mengajinya, dan zakat memberikan yang terbaik,” imbuhnya.
TGB mengajak, Ramadan tidak boleh menjadi akhir untuk membangun kualitas diri. Justru dari Ramadhan, berangkat untuk menumbuhkan semangat memberikan yang terbaik. Dalam Ramadhan banyak peristiwa bersejarah diperjuangkan.
“Di Ramadhan ada kemenangan pada kebenaran, spirit Ramadhan dan wasathiyah,” tegasnya.
Spirit wasathiyah, tambah Ketua Umum PB Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah (NWDI), itu ialah al adalah atau mampu menegakkan keadilan. Ikhtiar nyata dan kongkrit.
Ramadan mengajarkan ketika puasa tak boleh banyak bicara tentang puasa yang dijalani. Karena puasa ini privat kepada Allah. Dalam konteks ini bicara wasathiyah sebagai keadilan, hal yang terwujud nyata.
“Upaya menunjukkan berada dalam kebenaran. Keadilan bukan pasif, berjuang berada pada kebenaran,” tutupnya.