M. jaelani |
"Kecamatan ini menyimpan pesona keindahan pantai untuk sejumlah pengunjung wisatawan yang datang. Di antaranya, Pantai Kurakura, Sungkun, Cemara, Kaliantan, Gili Sunut, Tanjung Ringgit, Pantai Pink, Beloam dan masih banyak yang lainnya di kawasan Selatan ini sebagai salah satu tempat yang mengagumkan bagi siapapun yang akan datang berwisata. Keindahannya tak kalah dengan Kabupaten lain di NTB, dan mungkin wilayah ini paling banyak untuk suguhan pantainya.
Pariwisata harus didorong dengan berbagai macam fasilitas, baik keamanan, kebersihan, dan infrastruktur. Penerangan dan air bersih yang merupakan permasalah klasik yang telah lama dihadapi oleh warga di daerah Selatan pulau Lombok termasuk di Jerowaru. Hal ini telah diupayakan oleh Pemda Lombok Timur dengan memberikan bantuan beberapa truk pengangkut air bersih namun tetap saja tidak mampu memenuhi hajat hidup penduduk yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan, "ucapannya.
"Kesadaran masyarakat atas pentingnya membangun rebranding sudah mulai tampak sejak lima tahun yang lalu, baik melalui sosial media, dari mulut ke mulut, dan banyak langkah-langkah strategis yang telah dibangun. Akan tetapi, sekuat-kuatnya masyarakat dan pegiat wisata melakukan rebranding tak akan pernah semaksimal dukungan penuh dari pemerintah setempat.
Yang kerap menjadi kendala terbesar di wilayah Kecamatan Jerowaru adalah kekeringan, banyak hal yang mengakibatkan kekeringan ini terjadi, berkurangnya sejumlah mata air akibat penambangan liar. Kekeringan ini tidak saja mengganggu masyarakat setempat, tapi imbasnya jauh lebih besar kepada para wisatawan.
"Penebangan pohon untuk perapian tembakau, tidak sejalan dengan penghijauan kembali (reboisasi), juga disebabkan masifnya penanaman jagung". Sistem hukum yang belum begitu kuat menjadikan beberapa oknum kerap melakukan kesalahan yang sama. UU P3H (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan) belum begitu maksimal dijalankan.
Berapa luas hutan lindung di kawasan Selatan tidak didukung dengan berapa bibit pohon yang harus ditanam. Penghijauan yang tiap tahun dilakukan ini seolah lahan basah bagi sebagian orang. Tiap tahun ditanami, namun tak pernah benar-benar diperhatikan. Proyek tahunan, tentu saja, karena tiap tahun angggaran dikucurkan.
Sektor pariwisata yang masih belum bisa dikelola oleh Pemerintah Kabupaten menambah daftar angka pengangguran semakin meninggi setiap tahunnya, di mana angka kemiskinan di Lombok Timur adalah yang tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten di NTB. Melihat kondisi yang seperti ini, sudah saatnya masyarakat dan Pemerintah mengambil sikap dalam menanggulangi angka kemiskinan yang semakin menjadi-jadi. Susahnya lapangan kerja juga berdampak bagi lingkungan yang akhirnya membuat penduduk mencari jalan pintas. Seperti curanmor yang semakin merambat pemuda di sekitar wilayah ini cukup membuat keresahan bagi warganya sendiri.
Jelas ini harus menjadi perhatian Pemerintah. Bukan hanya terfokus pada pembangunan-pembangunan yang hanya akan menyerap tenaga-tenaga kerja pilihan. Dengan memanfaatkan sektor wisata yang dikelola oleh warga masyarakat dengan sedikit sentuhan tangan Pemerintah akan membuat penduduk secara tidak langsung ikut berkontribusi melakukan pembenahan memberantas kemiskinan dan juga pengangguran. Pola pikir masyarakat tentu akan jauh lebih maju jika didukung, juga di bidang pendidikan, dan kesehatan yang terjamin.
Ketidak percayaan Pemerintah terhadap masyarakat akan semakin memperbanyak pengangguran sehingga membuat penduduk Desa harus menentukan pilihan, meninggalkan kampung halaman demi mencari hidup yang lebih baik. Ada yang memilih jadi TKI dan TKW. Padahal kalau kita melihat kondisi sumber daya alam yang begitu kaya seharusnya Pemerintah sudah memiliki opsi-opsi lain agar masyarakat dapat menikmati pekerjaan di tanah sendiri.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di sekitar Kecamatan Jerowaru saja, namun banyak juga kita temukan di wilayah-wilayah di NTB. Ketidak konsistennya Pemerintah atas pemberantasan kemiskinan dan pengangguran di masyarakat membuat masyarakat selalu menjalankan pekerjaan menempuh jalan pintas. Hal ini jelas adalah bentuk tidak adanya perhatian Pemerintah terhadap masyarakat setempat.
Sementara, beberapa kasus di Selatan sering dijumpai seperti penjualan lahan ke investor-investor asing yang bahkan akan menambah kasus pengangguran secara permanen. Pemerintah tidak benar-benar memperhatikan, apakah benar yang datang itu investor atau broker tanah. Banyak kita jumpai lahan-lahan produktif di kawasan Selatan terlantar, entah dari negara mana yang memiliki hak atas tanah tersebut. Pemerintah daerah harus membuat keputusan tegas dalam hal ini, jika investor ini tidak membangun dalam jangka 6 bulan, maka surat kepemilikan atau ijinnya segera dicabut.
SDM Lombok Timur, khususnya di bidang pariwisata harus benar-benar diperhatikan, bagaimana tidak, tanpa ijazah dan pendidikan tertentu akan membuat masyarakat kalang kabut dengan berbagai macam syarat lamaran kerja yang ditentukan perusahaan, akhirnya akan berdampak pada keamanan yang menimbulkan rasa kecewa dari para pelamar yang ditolak, tidak menutup kemungkinan akan mengganggu rasa nyaman dan keamanan. Justru di sinilah peran Pemerintah, jangan sampai membiarkan masyarakatnya semena-mena melakukan penjualan lahan walau milik pribadi sekalipun. Justru tugas Pemerintah adalah mencari investor yang mau menanam modal dengan sistem kontrak. Juga siap menjamin 60% pekerjanya adalah orang lokal.
Semoga Pemerintah, DPR bisa segera membuat kebijakan yang berdampak pada kemaslahatan masyarakat banyak. Bukan malah berkongsi dengan para investor yang membuat masyarakat semakin miskin dan kesakitan di tanah sendiri.
Air adalah kebutuhan, jalur irigasi perlu dibenahi. Di utara, air begitu melimpah, tinggal bagaimana mengatur itu agar tidak dibuang ke laut. Pola ini harus segera dirumuskan, mengingat, sebentar lagi GP akan segera beroperasi, kembali."pungkasnya.