Menggungkap Kesalahan dan Kehilafan Hakim dalam Perkara Mardani H. Maming - www.okenews.net

Minggu, 06 Oktober 2024

Menggungkap Kesalahan dan Kehilafan Hakim dalam Perkara Mardani H. Maming

Bedah Buku
Okenews.net-- CLDS Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Bedah Buku Hasil Eksaminasi terhadap Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN.BJM. jo Putusan, Sabtu,05/10/2024

Banding
Nomor 03/Pid.Sus-TPK/2023/PT.BJM. jo Putusan Kasasi Nomor 3741 K/Pid.Sus/2023 Atas Nama Terdakwa Mardani H. Maming 

Setelah melakukan kajian hukum atas putusan PN, PT dan Kasasi dalam perkara korupsi atas nama Mardani Maming, serta setelah dilakukannya bedah buku dengan judul Buku “MENGUNGKAP KESALAHAN DAN KEKHILAFAN HAKIM DALAM MENGADILI PERKARA MARDANI H. MAMING”, yang Diterbitkan Oleh CLDS FH UII, bekerjasama dengan (PT. Raja Grafindo) Penerbit buku Rajawali tersebut dapat disampaikan Kesimpulan sebagai berikut:

1. Terpidana Mardani Maming (MM) tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan penuntut umum. Putusan Majelis Hakim tingkat Pertama, Banding dan Kasasi dibangun dengan konstruksi hukum berdasarkan asumsi dan imajinasi saja karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum serta tidak berbasis evidence/bukti yang tersampaikan dimuka persidangan.

2. Dakwaan/tuntutan terhadap terdakwa tampak terlalu dipaksakan karena fakta yang terungkap dalam persidangan tidak dilandasi bukti yang cukup bahwa terdakwa Mardani H Maming secara nyata penerimaan-penerimaan uang yang disangkakan kepada Terpidana ternyata adalah tagihan-tagihan perusahaan yang didsari atas perjanjian kerjasama sebagaimana putusan pengadilan Niaga yang telah inkrach.

3. Dakwaan yang dibangun adalah Pasal Suap, namun si pemberi suap tidak pernah diperiksa baik tingkat penyidikan sampai persidangan. Karena tidak dapat dibuktikan  meeting of mind (kesepakataan pembicaraan) antara  pemberi suap Alm Hendry Setio kepada dan Terpidana Mardani H. Maming yang disangkakan kepada Terpidana maka kemudian Penuntut Umum menyatakan adanya “kesepakatan diam-diam” yang secara hukum tidak dikenal dalam ilmu hukum pidana. 

4. Pasal 93 UU Pertambangan adresat larangan untuk mengalihkan itu adalah untuk pemilik IUP OP bukan pada Pejabat, SK pelimpahan IUP OP yang di tanda tangani oleh Terpidana sebagai Bupati Tanah Bumbu adalah sesuai kewenangannya dan IUP OP tersebut sudah terlisesnsi Clear and Clean dengan kata lain IUP OP itu tidak memiliki masalah hukum dan sudah memenuhi syarat administrasi. 

5. Dapat dikemukakan bahwa, penuntut menghadapi kesulitan secara teknis hukum pembuktian bahwa telah terjadi pemberian hadiah kepada terdakwa karena terdakwa telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kwajibannya(menurut UU Pemerintahan Daerah dan UU Pertambangan).

6. Terdakwa dalam jabatan Bupati, atas delegasi wewenang dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, diberikan kewenangan mengeluarkan izin dalam hal permohonan IUP-dan tentu izin diberikan disebabkan adanya permohonan dari pemohon dan juga telah dilaporkan kepada Menteri dalam urusan pertambangan;  suatu kewajiban yang lazim dilakukan dalam sistem birokrasi.

7. Sekalipun quod non telah terbukkti terdapat pelanggaran atas UU sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan, akan tetapi keduabelas peraturan perUUan tersebut, adalah termasuk rumpun hukum Pidana  Administrative  sehingga tidak tepat secara hukum penerapan UU Tipikor terhadap pelanggaran administrative  karena  bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 UU Tipikor. 

8. Poin 7 di atas diperkuat dengan Penafsiran ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, baik penafsiran  Historis, sistematis-logis maupun  penafsiran telelologis, ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, bertujuan membatasi penafsiran hukum yang sangat luas di dalam penerapan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU TIpikor. 

9. Putusan Kasasi  dalam perkara tipikor atas nama Mardani H. Maming secara kasat mata telah mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dan telah memenuhi alasan PK yaitu adanya keadaan baru yang diketahui akan tetapi tidak pernah disampaikan dalam pertimbangan putusan PN, PT,dan Kasasi sehingga  putusan Kasasi seharusnya menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya hukuman terdakwa dikurangi.

Dalam acara tersebut dihadiri seluruh tim diantaranya.

Tim Eksamintaor:
- Prof. Dr. Ridwan Khairandy, SH.MH. (Ahli Hukum Perdata/ Hukum Bisnis);
- Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. (Ahli Hukum Pidana);
- Prof. Hanafi Amrani, SH.MH.LLM. PhD. (Ahli Hukum Pidana);
- Prof. Dr. Ridwan HR. SH.MH. (Ahli Hukum Administrasi Negara);
- Dr. Eva Achjani Zulfa, SH.MH. (Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi);
- Dr. Muhammad Arif Setiawan, SH.MH. (Ahli Hukum Pidana)
- Dr. Nurjihad, SH.MH. (Ahli Hukum Keperdataan);
- Dr. Mahrus Ali, SH.MH. (Ahli Hukum Pidana dan Viktimologi);
- Karina Dwi Nugrahati Putri, SH.LLM. M.Dev.Prac. (Adv). Kandidat doktor. (Ahli Hukum Perdata/ Hukum Perusahaan)
- Ratna Hartanto, SH.MH. Kandidat doctor (Ahli Hukum Perdata/ Hukum Perusahaan);

Pembicara/pembedah sekaligus pembuat Legal Opini dan Amicus Curiae:
1. Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H.,L.L.M.
2. Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum.
3. Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H.

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments