Dugaan Korupsi APBDes Peresak dan BLUD RSUD Praya Masuk Tahap Penyidikan
Okenews.net - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah mengungkap dugaan kasus korupsi APBDes Peresak Kecamatan Batukliang dan kasus Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) Unit Transfusi Daerah (UTD) serta penyimpangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lombok Tengah Fadil Regan mengatakan, sebelumnya dari kejaksaan telah meminta pihak Desa Peresak untuk melakukan pengembalian kerugian daerah atau desa. Namun hal tersebut tidak diindahkan.
"Kita sudah lakukan upaya pencegahan dengan meminta pihak desa melakukan pengembalian kerugian daerah. Namun tidak ada itikad baik sehingga kasus ini kita naikkan ke tahap penyidikan," kata Fadil saat konferensi pers, Jumat (19/11/2021).
Namun sejauh ini, pihaknya belum bisa menentukan calon tersangka atas kasus penyimpangan APBDes Peresak, karena penentuan calon tersangka setelah proses penyidikan.
"Untuk jumlah kerugian sendiri sementara ini berdasarkan temuan inspektorat sekitar Rp260 juta dari penyimpangan Dana Desa (DD) pada APBDes tahun 2019 atau 1 tahun anggaran," ungkapnya.
Sementara, dalam kasus BPPD UTD dan penyimpangan BLUD RSUD Praya, proses penyelidikan saat ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan, karena ada peristiwa pidana untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
Kasus ini menurutnya masih dalam tahap penyidikan yang akan dikembangkan untuk mendalami jumlah kerugian negara yang dilakukan pihak RSUD Praya.
"Untuk sementara temuan yang ditemukan baru sekitar Rp759 juta dalam penggelolaan 4 bulan BLUD, sedangkan laporan tersebut selama 4 tahun, dari tahun 2017 sampai 2020 termasuk BPPD UTD masuk didalam penggelolaan BLUD RSUD Praya" sebutnya.
Ia menegaskan, kasus BPPD UTD dan penyimpangan BLUD temanya nanti saat proses penyidikan, karena kasus BPPD ini difokuskan perkaranya di BLUD RSUD Praya sebagai bagian dari penerimaan BLUD.
"Minimal dua bukti sudah kita miliki. Nanti dalam proses penyidikan kita akan tahu siapa saja pelakunya," ujarnya.
Adapun pasal yang diterapkan dalam kedua kasus tersebut yakni pasal 2 dan 3 tentang UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman di atas 20 tahun penjara.