Implementasi Tata Cara Doa Orang-orang Makrifat
OLEH: AHYAR ROSYIDI (Tenaga Pengajar STIT NU Lombok Timur)
"Jadikan doamu seperti halnya suasana kalian sedang berpacaran"
Dari semenjak kecil kita telah berdoa, namun dari keseluruhan doa kita hanya sebagian kecil saja yang dapat kita lihat dan nikmati hasilnya di dunia ini. Doa yang kita panjatkan tahun lalu bahkan dari 10 tahun yang lalu belum terasa sampai saat ini, keinginan kita yang menginginkan sesuatu seperti berziarah ketanah suci, punya tempat tinggal, pendidikan tinggi, punya sepeda motor, menikah dan lainnya, kadang kesemuanya itu tak dapat kita lihat hasilnya sampai datangnya masa tua.
Maka dengan demikian, selayaknya kita berdoa seperti yang telah diajarkan oleh guru-guru kita, yang didalamnya ada rentetan tata cara, adab dan puji-pijian kepada-Nya. Dengan pengenalan kita terhadap Alloh SWT yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang kepada hambanya kadang berangsur-angsur terkikis yang membuat kita pisimis dalam berdoa.
Namun, perlu kita garis bawahi bahwa Alloh itu juga Arsitektur terbaik, Dia pandai merancang , mendisain sesuatu untuk hambanya. Ketidaknampakan wujud sifat pemurahnya Tuhan lantaran kita sendiri yang tidak mempunyai kemampuan atas apa yang kita doakan dan bisa jadi hal tersebut juga tidak baik atau menimbulkan mudorat pada diri kita.
Bila kita umpamakan, Tuhan itu ibaratnya seperti orang tua kepada anaknya, bahkan lebih pemurah dan lebih sayang dari orang tua yang sayang pada anaknya. Kegelimangan harta yang dimiliki orang tua akan ditunjukkan melalui kecukupan dan kesesuaian dari kebutuhan anaknya. Orang tua yang bijak tak akan memberikan sesuatu kepada anaknya bila sesuatu itu diluar kemampuannya, mungkinkah orang tua itu akan memberikan anaknya yang masih balita sebuah mobil mewah meski punya uang tereliunan..? Begitu pula dengan Alloh SWT.
Kemampuan disini merujuk kepada usaha manusia untuk mewujudkan doanya. Kata kunci "Kemampuan".
Kemampuan dasar yang dimiliki manusia pada umumnya adalah akal pikiran atau logika yang didalamnya membentuh halusinasi atau daya hayali dan imajinasi, maka gabungan dari kedua ini akan menimbulkan daya cipta pada diri kita yang mendorong munculnya iman atau percaya pada sesuatu yang kita konstruksikan di alam pikiran bawah sadar kita. Barulah di sini fungsi akal mengamiinkan sehingga sesuatu itu bisa berwujud abstrak.
Untuk itu, doa yang dipanjatkan haruslah jelas tersirat dalam hati sanubari kita dan jelas nampak dalam bayangan halusinasi dan imajinasi kita yang terukur secara ilmiah. Sebagian besar manusia dikala berdoa tentang suatu kadang tidak tampak jelas apa yang ia konstruksikan dalam alam pikirannya.
Kemampuan kita dalam merepleksikan doa juga tergantung dari kemampuan kita membangun konstruksi dialam pikiran dan tercermin sebagai tingkah laku sehari hari. Oleh karena itu pentingnya kita memahami arti bacaan doa yang kita lantuntan.
Dalam hal ini, penulis ingin coba menguji kita pembaca..!, yang terbiasa mengais rezeki (uang) Rp. 100 ribu per hari kemudian bayangin uang Rp10 juta itu dalam alam pikiran kita. Pikirkan kemana kalian akan melangkah, lewat siapa rezeki itu Alloh titipkan? Apa nilai jual yang akan kalian tawarkan kepada mereka hingga dalam alam pikiran kalian terlihat jelas uang 10 juta tersebut?
Kemampuan kita kadang terbatas untuk memikirkan itu. Oleh sebab itu, jika dalam alam pikiran saja kita tidak punya kemampuan apalagi di dunia nyata kita pasti tidak mampu, karena gerak kita dipengaruhi oleh alam pikiran kita sendiri atau bahasa barunya nasibmu bergantung pada perilakumu.
Dalam pembahasan kali ini, akan kita coba membahas sisi lain dari tata cara kita dalam berdoa. Bagi para ahli makrifat doa mempunyai beberapa tingkatan. Pertama, doa yang diungkapkan dengan lisan. Kedua, doa yang diungkapkan dengan bahasa batin atau kalbu.
Sebagaimana kalangan ahli makrifat, sikap batin seperti ini justru merupakan sebuah ungkapan paling sejati di hadapan Tuhan. Bahkan, kondisi doa seperti ini dianggap lebih baik dan lebih kuat karena doa yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa keadaan. Atau kedalaman rasa diserupakan dengan 'Suara Tuhan'.
“Rasa” yang menyatakan keadaan diri kita di saat berdoa yang dibawa dalam kesehari-harian kita. Peranan 'rasa' yang amat penting menjadi tolak ukur sejauh mana keinginan dari seseorang untuk meraihnya. Dalam berdoa rasa tidak hanya dilakukan disaat berdoa namun tetap di bawa dalam kehidupan kita sehari-hari seperti halnya kita mencintai seorang gadis atau pemuda.
Umumnya mereka merasakan dan menghayati kekasihnya pada setiap saat. Bila kita bawa suasana hati seperti keadaan ini, maka akan tumbuh mental dan berani berkorban. Pernahkah kita merenungkan sejenak, berapa banyak orang ingin menginjakkan kakinya di tanah suci Makkah Almukarromah. Namun tak banyak orang yang bernasip baik untuk pergi kesana.
Apa yang keliru pada diri kita..? tak lain adalah 'rasa' itu sendiri, niat dan keinginan seringkai hanya tersirat dikala kita hendak mengantar jamaah haji. Selepas itu, perasaan itupun hilang dan datang setahun kemudian pada musim haji yang akan datang.
Pernahkah kita pingin sepeda motor, namun tak berani datang ke deler lantaran tak cukup uang untuk membeli nya...? Cobalah datang meski hanya untuk melihatnya saja, dengan melihatnya akan memicu rasa cinta yang lebih besar untuk memilikinya.
Kekuatan, kehebatan dan 'kesaktian' dari rasa itu seharusnya tercermin seperti dikala kita sedang mencintai seorang gadis, tak sekali tapi berulang kali kita membayangkan wajahnya dalam sehari semalam.
Semakin besar perasaan kita, maka semakin besar pula keberanian dan pengorbanan kita untuk meraihnya. Perasaan dengan rasa rindu yang besar pula membuat kita berani datang malam-malam ke rumah seorang gadis meski harus lewat kubur. Inilah makna kekuatan rasa yakni mempertemukan kita dengan sesuatu yang kita bayangkan.
Nah, bagaimana kalau 'rasa' itu kita hadirkan dalam nuansa yang lain seperti keinginan kita memberikan pendidikan tinggi pada anak, menginjakkan kaki di tanah suci dan lainnya. Wallahu'alam. Selamat mencoba..!!!