www.okenews.net: Tradisi
Tampilkan postingan dengan label Tradisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tradisi. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 April 2021

Tradisi Mulang Pekelem Dalam Perspektif Sosiologi

Oleh: Reza Wira Pratama 

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Mataram) 

email: rezawirapratama17@gmail.com



Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan beragam kekayaan alam, budaya, dan tempat-tempat wisata yang mampu menarik minat wisatawan dari berbagai penjuru dunia untuk berkunjung dan menikmati fanorama alam yang disuguhkan di dalamnya. Khususnya di kepulauan Lombok terdapat gunung yang sangat terkenal akan keindahannya yaitu gunung samalas yang kini berganti nama menjadi Gunung Rinjani. Gunung Rinjani ialah gunung yang memiliki ketinggian 3.726 MDPL dan memiliki sebuah anak gunung yang disebut dengan Gunung Anak Baru Jari, gunung ini juga termasuk dalam jajaran gunung unik, karena adanya danau di bawah kaldera Gunung Rinjani yang disebut dengan Danau Segara Anak yang begitu indah memanjakan setiap mata yang memandang. Gunung Rinjani tak melulu soal keindahan alam, di Gunung Rinjani juga biasa dilakukan suatu tradisi keagamaan yang disebut  “Mulang Pekelem”.


Sebuah ritual umat Hindu di Pulau Lombok untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam yang dilakukan setiap lima tahun sekali dan tergolong upacara besar. Dipusatkan di Danau Segara Anak, Gunung Rinjani Lombok yang dipercaya sebagai tempat sakral, tempat berkumpulnya para dewa yang memberikan kehidupan dengan kekayaan alam berupa tumbuh-tumbuhan dan sumber air yang mengalirkan air kesebagian besar wilayah di Lombok. Upacara ini adalah refleksi dari konsep Tri Hita Karana. Konsep tersebut didasari untuk memberikan sebuah pengorbanan suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat dan manusia bisa hidup dalam harmoni dengan alam di sekitarnya. Sejatinya, ritual mulang pekelem adalah perjalanan panjang yang akan melelahkan, menyita waktu, pikiran, dan tenaga luar biasa. Pasalnya, selama tiga hari mereka akan mendaki Gunung Rinjani untuk sampai di Danau Segara Anak, yang diyakini sebagai pusat spiritual di Tanah Sasak.


Berdasarkan tradisi mulang pekelem yang diadakan di Gunung Rinjani dapat dikaitkan dengan teori struktural fungsional dengan pendekatan teori AGIL (adaptation, goal attainment, integration, latent maintenance) oleh Talcott Parson (Sosiolog Kontemporer). Agar seluruh sistem dapat hidup dan berlangsung, maka terdapat fungsi atau kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi. Dua hal pokok dari kebutuhan itu ialah yang berhubungan dengan sistem internal atau kebutuhan ketika berhubungan dengan lingkungannya dan yang berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan, serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan. Begitu pula dengan prasyarat agar sistem dapat menjalankan fungsi dan mencapai tujuan terkait upacara mulang pekelem dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Adaptation, umat Hindu yang melakukan perjalanan ke Gunung Rinjani untuk mengikuti upacara mulang pekelem harus dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan disana, mulai dari terbiasa dengan lingkungan dengan udara yang dingin, mampu beradaptasi dengan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang dianggap memiliki daya magis yang tinggi dan tempat sakral, maka umat hindu yang melakukan perjalananan harus bisa bersikap dan berperilaku yang baik dan tidak aneh-aneh, artinya harus mampu menghargai dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang mereka tempati dan lewati pada saat melakukan perjalanan tersebut.
  2. Goal attainment, dalam melakukan perjalanan suci umat hindu ke Gunung Rinjani yang berpusat di danau segara anak memiliki tujuan yang tentu harus dicapai sesuai konsep dari goal attainment, dimana tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengikuti upacara mulang pekelem dengan  memberikan sebuah pengorbanan suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat dan manusia bisa hidup dalam harmoni dengan alam di sekitarnya, untuk mendapatkan keberkahan, dijauhkan dari bencana alam, dibersihkan hatinya.
  3. Integration, adanya koordinasi dan kesesuaian dari unsur-unsur dalam menjalankan peran dan fungsinya, dari kasus di atas dapat dikaitkan bahwa manusia dan alam merupakan merupakan satu kesatuan, sehingga manusia harus mampu menjaga, merawat, melestarikan alam, disamping tujuan utama dari manusia melakukan perjalanan ke alam untuk berwisata, agar alam juga dapat memberikan kebermanfaataan bagi kehidupan manusia, selain itu manusia juga sebagai salah satu unsur harus mampu memberikan pengorbanan kepada alam dengan memberikan seserahan dengan harapan agar alam menerima dan tidak menimbulkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti bencana alam, jadi pada intinya segala unsur-unsur tersebut harus mampu menjalankan peran dan fungsinya masing-masing agar tercipta keharmonisan alam dengan manusia sesuai dengan kepercayaan umat Hindu dalam upacara mulang pekelem.
  4. Latent maintenance, setiap unsur dalam system harus tercipta keseimbangan, dan dalam tradisi di atas antara manusia dan alam harus terjalin keseimbangan dengan manusia sebagai aktor penyeimbangnya, manusia harus mampu mempertahankan tradisi upacara mulang pekelem yang sudah ditetapkan sejak dahulu agar terciptanya keseimbangan, keharmonisan antara alam dengan manusia.


Sudah sepatutnuya sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan alam harus tetap memperhatikan dan menjaga keseimbangan serta keharmonisan antar manusia yang menjalankan roda kehidupan dan alam yang menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Sebab apabila kita memperlakukan alam dengan baik, maka alam juga akan memperlakukan manusia dengan baik pula.

Jumat, 02 April 2021

Menarik, Hiziban Menjadi Tradisi Warga RT 6 Wanasari Bali yang Takut Ditinggalkan

Okenews.net - Ada hal menarik yang selama ini luput dari perhatian publik terutama jamaah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) terkait dengan kegiatan warga di suatu RT 6 di Wanasari Kampung Jawa Denpasar Bali yakni hiziban rutin malam Jumat yang tidak berani ditinggalkan.

Syamsudin, QH., SH., MH.

Hiziban merupakan tradisi jamaah NWDI yang membaca doa secara berkelompok yang disusun oleh pendidi NWDI, NBDI, dan NW yakni TGKH M. Zainuddin Abdul Majid. Tradisi hiziban ini rutin jamaah setiap malam Senin atau Jumat atau malam tertentu. Isi hizib itu adalah doa pilihan yang bersumber dari Alqur'an dan Hadits serta doa ulama-ulama hebat.


Ketua Pengurus Wilayah Pemuda NWDI Provinsi Bali Syamsudin, QH., SH., MH mengatakan, hal menarik di RT 6 itu adalah, adanya kegiatan hiziban rutin yang diselenggarakan oleh puluhan warga. Alasan mereka takut jika tradisi membaca hiziban rutin ini karena tradisi yang warisan orang tuan mereka sejak puluhan tahun. 


"Menariknya, kegiatan hiziban rutin itu sudah berlangsung sekitar 30 tahun dan baru kita tahu ada jamaah NWDI di sana yang sangat aktif mengamalkan karya yang diwariskan pahlawan nasional Indonesia TGKH M. Zainuddin Abdul Majid," tutur Syamsuddin, Jumat (02/04/2021).


Menurut penuturan warga setempat, tradisi hiziban ini sudah dimulai awal tahun 1980.  Dan saat ini mereka merindukan kedatangan atau kunjungan dari tuan guru tokoh NWDI terutama zurriyat yakni TGB Dr. KH Muhammad Zainul Majdi yang selama ini mereka dengar namanya yang sudah masuk dan terkenal di penjuru Nusantara.


Dituturkan, warga di RT 6 Wanasari itu merupakan warga Karangasem yang mengungsi karena letusan Gunung Agung tahun 1960-an yang menetap dan bertahan tinggal disana. Mereka berharap ada yang mengunjungi. "Mereka tidak berani mengundang karena tidak punya kemampuan untuk membiayai kegiatan," tuturnya.

 

Jamaah Hizib di Pulau Dewata


Syamsudin menceritakan, awal mula ia menemukan jamaah hizib di Pulau Dewata ini pada akhir 2016 awal 2017. Waktu itu ada ikhtiar untuk mewujudkan mimpi terbentuknya lembaga pendidikan NW di Bali. Beberapa kali pertemuan sudah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan (PWNW) Bali untuk membentuk lembaga pendidikan.


Selain untuk memanfaatkan tanah wakaf di Desa Temukus Singaraja juga untuk mengembangkan syiar dan panji-panji NW pada saat itu. Lokasinya tidak jauh dari pusat wisata pantai Lovina. Melanjutkan ikhtiar,PWNW dan para alumni bersepakat menerbitkan sertifikat wakaf tunai. 


Dalam proses tersebut, ia mendapatkan informasi adanya jamaah hizib di Wanasari RT 6 Kampung Jawa Denpasar Bali. Lalu ia bertemu dengan Ketua RT-nya, Yasin termasuk bertemu dengan ketua jamaah, Sahir. Lokasinya di pemukiman padat penduduk, masuk melalui gang sempit dan bisa dilewati 1 motor.


"Dari penuturan pak Yasin dan pak Sahir, tradisi hiziban sudah mereka jalankan sejak awal tahun 1980-an. Lebih-lebih juga setelah satu per satu orang tua mereka wafat dan mewasiatkn agar jangan sampai meninggalkan tradisi hiziban," tutur Ustadz Syamsudin.


Dituturkan, semua warga yang melaksanakan hiziban rutin itu tidak pernah ada di antara mereka yang pernah sekolah di Madrasah NWDI. Namun mereka istiqomah mengamalkan hizib dan bukan atas bimbingan tuan guru atau ustadz dari NW tetapi orang tua mereka.


"Mereka benar-benar patuh dan taat pada wasiat sesepuh mereka,orang tua mereka.Sesepuh mereka inilah yang rupanya punya jalinan hubungan keilmuan dengan Pahlawan Nasional pendiri NWDI," tuturnya alumni MDQH itu.


Oleh karena itu, Pengurus NWDI Bali itu berharap kepada Pengurus Besar (PB) NWDI agar memberikan perhatian kepada kelompok jamaah hizib di Pulau Dewata, karena mereka juga bagian dari nahdliyin yang ikut membentengi dengan do'a di dalam hizib untuk keberlangsungan NWDI daiman abada. 


"Jika memungkinkan, PB NWDI perlu mengirim ustadz atau tuang guru tiap bulan atau per tiga bulan untuk memberikan bimbingan pengajian hizib agar jamaah dan simpatisan NWDI semakin memahami nilai-nilai ke-NWDI-an yang diwariskan pendirinya," harapnya.


Ia juga menyebutkan, jamaah berharap, ada anak-anak dari mereka yang dibeasiswakn di Pancor untuk melanjutkan sunnah hasanah yang sudah berjalan dan lebih dari itu untuk melebarkn sayap juang NWDI di pulau Dewata.

Selamat Idul Fitri 1444 H


Selamat Idul Adha 1445 H

 


Pendidikan

Hukum

Ekonomi